PERTEMUAN 1 SMK BELAJAR DARING
APRESIASI
Bila kita berhadapan dengan sebuah karya seni rupa tentunya muncul tanggapan secara visual saat mata mengamati bagian-bagiannya. Kemudian muncul tanggapan dari dalam diri untuk menilai karya tersebut apakah menarik, mengagumkan, indah, menggetarkan, mengharukan, atau kesan sebaliknya. Tanggapan seperti itu disebut apresiasi. Pengertian apresiasi adalah sikap kepekaan dalam menghargai, mengagumi, dan menilai sebuah karya seni. Sikap tersebut tumbuh seiring dengan pembiasaan yang sifatnya pasif (apresiasi pasif) jika hanya sampai pada taraf menilai, sedangkan bersifat apresiasi aktif jika setelah itu mendorong untuk berkarya.
Bila kita berhadapan dengan sebuah karya seni rupa tentunya muncul tanggapan secara visual saat mata mengamati bagian-bagiannya. Kemudian muncul tanggapan dari dalam diri untuk menilai karya tersebut apakah menarik, mengagumkan, indah, menggetarkan, mengharukan, atau kesan sebaliknya. Tanggapan seperti itu disebut apresiasi. Pengertian apresiasi adalah sikap kepekaan dalam menghargai, mengagumi, dan menilai sebuah karya seni. Sikap tersebut tumbuh seiring dengan pembiasaan yang sifatnya pasif (apresiasi pasif) jika hanya sampai pada taraf menilai, sedangkan bersifat apresiasi aktif jika setelah itu mendorong untuk berkarya.
Apresiasi
pasif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari mengamati gambar atau
reproduksi karya seni rupa di buku hingga menghadiri pameran karya seni rupa.
Adapun apresiasi aktif terjadi bila ada dorongan untuk berkarya setelah
melakukan kegiatan apresiasi pasif. Untuk melakukan apresiasi aktif seseorang
tidak harus menjadi seorang perupa terlebih dahulu tetapi siapapun dapat
berkreasi sesuai kemampuannya. Sudah sejak lama para ahli menyatakan bahwa
kegiatan kreatif seperti berolah seni rupa dapat menjadi pelepasan (katarsis)
jiwa yang sedang tegang. Dengan kata lain berapresiasi aktif dapat menyegarkan
kembali suasana batin seseorang.
A. Mengapresiasi Karya Seni Rupa
Ada beberapa hal penting bilamana kita ingin mengkaji atau menilai sebuah karya seni karena artinya berhadapan dengan nilai-nilai yang harus dipertimbangkan. Pertama adalah nilai bentuk karena seni haruslah berwujud, dan kedua adalah nilai isi. Nilai bentuk berkenaan dengan hal yang sifatnya inderawi, artinya pencerapan visual dengan mata menjadi acuan untuk apresiasinya. Sedangkan nilai isi berhubungan dengan bangkitnya perasaan tertentu setelah mengamati dan menikmati aspek nilai bentuknya.
1. Nilai Bentuk
Nilai bentuk karya seni rupa disebut juga nilai intrinsik dan bersifat inderawi karena merupakan bagian yang pertama kali ditangkap mata. Bentuk karya disebut pula sebagai bahan atau medium yang secara fisik dapat dipersepsi oleh mata pengamat dan wujudnya, berupa unsur-unsur fisik seni rupa seperti garis, bidang, bentuk, ruang, tekstur, warna, dan nada gelap terang.
2. Nilai Isi
Nilai isi disebut pula nilai ekstrinsik dan sifatnya nonfisik karena berada di balik wujud inderawinya. Nilai isi pada sebuah karya seni rupa hadir melalui pengolahan unsur-unsur fisik. Seorang pengamat setelah menikmati nilai-nilai fisik akan menangkap isi atau pesan perupa yang terdapat pada karya. Komposisi, gagasan, pesan, perlambangan, tema, gaya, kemampuan teknik dan bakat perupa dalam mengolah nilai-nilai bentuk termasuk ke dalam nilai ini.
Pada praktiknya aspek nilai bentuk dan isi tidak dapat dipisahkan karena keduanya merupakan kesatuan yang menentukan kualitas sebuah karya seni rupa. Unsur nonfisik juga sebenarnya hadir dalam unsur-unsur dapat ditangkap mata. Kita tidak dapat menganggap sebuah karya seni lukis, misalnya, berkualitas tinggi hanya dengan menilai kemampuan teknik atau gayanya saja tetapi harus dinilai aspeknya secara menyeluruh.
Hal lain yang juga berkenaan dengan apresiasi adalah wawasan atau pengetahuan dan pengalaman kesenirupaan seorang pengamat. Jika terbiasa mengamati karya seni rupa, baik melalui foto, buku, atau bahkan mengunjungi sebuah pameran, niscaya kepekaan rasa dalam menilai akan baik. Pada saat menikmati karya yang menimbulkan sikap simpati akan muncul getaran yang menuntun sikap empati (lebur dengan objek) yang merupakan tingkatan apresiasi tertinggi. Sebagai contoh jika kita mengamati sebuah lukisan yang menggambarkan derita penduduk Aceh akibat bencana tsunami dan setelah itu muncul perasaan sebagai korban. Perasaan mengalami bencana, termasuk rasa sedih, takut, bingung, dan sakit, padahal kita hanya menyaksikan sebuah lukisan tersebut dinamakan empati. Pada tahap kemudian akan muncul keinginan untuk berkarya yang dikenal dengan apresiasi aktif, yakni aktivitas berolah seni yang lazimnya dilakukan para perupa.
B. Apresiasi Kritis Karya Seni Rupa
Sebuah karya seni rupa menjadi bernilai manakala disajikan kepada masyarakat sebagai penikmat atau apresiator. Tanggapan yang muncul tentu saja beragam sesuai dengan latar belakang para penikmat. Bisa jadi dari seratus orang yang menanggapi sebuah karya seni rupa akan muncul pula seratus pendapat yang berbeda. Munculnya beragam pendapat yang subjektif terhadap sebuah karya seni adalah biasa dan wajar sebagaimana sebaliknya, di mana penilaian terhadap karya seni bersifat objektif. Sebagai contoh jika kalian sebagai murid kelas I SMA mengunjungi sebuah pameran seni kriya patung yang berasal dari daerah Batak, Bali, dan Asmat (Irian). Setiap siswa pasti akan berbeda komentarnya terhadap karya yang diamati karena selain unsur objek(terletak pada kualitas karya) terdapat pula kecenderungan subjektif (tergantung pengamat). Agar penilaian bersifat objektif, perasaan suka atau tidak suka sebaiknya ditanggalkan terlebih dahulu. Apresiasilah sebuah karya seni dalam keadaan tenang dan amatilah bagian demi bagiannya lalu keseluruhannya secara seksama.
A. Mengapresiasi Karya Seni Rupa
Ada beberapa hal penting bilamana kita ingin mengkaji atau menilai sebuah karya seni karena artinya berhadapan dengan nilai-nilai yang harus dipertimbangkan. Pertama adalah nilai bentuk karena seni haruslah berwujud, dan kedua adalah nilai isi. Nilai bentuk berkenaan dengan hal yang sifatnya inderawi, artinya pencerapan visual dengan mata menjadi acuan untuk apresiasinya. Sedangkan nilai isi berhubungan dengan bangkitnya perasaan tertentu setelah mengamati dan menikmati aspek nilai bentuknya.
1. Nilai Bentuk
Nilai bentuk karya seni rupa disebut juga nilai intrinsik dan bersifat inderawi karena merupakan bagian yang pertama kali ditangkap mata. Bentuk karya disebut pula sebagai bahan atau medium yang secara fisik dapat dipersepsi oleh mata pengamat dan wujudnya, berupa unsur-unsur fisik seni rupa seperti garis, bidang, bentuk, ruang, tekstur, warna, dan nada gelap terang.
2. Nilai Isi
Nilai isi disebut pula nilai ekstrinsik dan sifatnya nonfisik karena berada di balik wujud inderawinya. Nilai isi pada sebuah karya seni rupa hadir melalui pengolahan unsur-unsur fisik. Seorang pengamat setelah menikmati nilai-nilai fisik akan menangkap isi atau pesan perupa yang terdapat pada karya. Komposisi, gagasan, pesan, perlambangan, tema, gaya, kemampuan teknik dan bakat perupa dalam mengolah nilai-nilai bentuk termasuk ke dalam nilai ini.
Pada praktiknya aspek nilai bentuk dan isi tidak dapat dipisahkan karena keduanya merupakan kesatuan yang menentukan kualitas sebuah karya seni rupa. Unsur nonfisik juga sebenarnya hadir dalam unsur-unsur dapat ditangkap mata. Kita tidak dapat menganggap sebuah karya seni lukis, misalnya, berkualitas tinggi hanya dengan menilai kemampuan teknik atau gayanya saja tetapi harus dinilai aspeknya secara menyeluruh.
Hal lain yang juga berkenaan dengan apresiasi adalah wawasan atau pengetahuan dan pengalaman kesenirupaan seorang pengamat. Jika terbiasa mengamati karya seni rupa, baik melalui foto, buku, atau bahkan mengunjungi sebuah pameran, niscaya kepekaan rasa dalam menilai akan baik. Pada saat menikmati karya yang menimbulkan sikap simpati akan muncul getaran yang menuntun sikap empati (lebur dengan objek) yang merupakan tingkatan apresiasi tertinggi. Sebagai contoh jika kita mengamati sebuah lukisan yang menggambarkan derita penduduk Aceh akibat bencana tsunami dan setelah itu muncul perasaan sebagai korban. Perasaan mengalami bencana, termasuk rasa sedih, takut, bingung, dan sakit, padahal kita hanya menyaksikan sebuah lukisan tersebut dinamakan empati. Pada tahap kemudian akan muncul keinginan untuk berkarya yang dikenal dengan apresiasi aktif, yakni aktivitas berolah seni yang lazimnya dilakukan para perupa.
B. Apresiasi Kritis Karya Seni Rupa
Sebuah karya seni rupa menjadi bernilai manakala disajikan kepada masyarakat sebagai penikmat atau apresiator. Tanggapan yang muncul tentu saja beragam sesuai dengan latar belakang para penikmat. Bisa jadi dari seratus orang yang menanggapi sebuah karya seni rupa akan muncul pula seratus pendapat yang berbeda. Munculnya beragam pendapat yang subjektif terhadap sebuah karya seni adalah biasa dan wajar sebagaimana sebaliknya, di mana penilaian terhadap karya seni bersifat objektif. Sebagai contoh jika kalian sebagai murid kelas I SMA mengunjungi sebuah pameran seni kriya patung yang berasal dari daerah Batak, Bali, dan Asmat (Irian). Setiap siswa pasti akan berbeda komentarnya terhadap karya yang diamati karena selain unsur objek(terletak pada kualitas karya) terdapat pula kecenderungan subjektif (tergantung pengamat). Agar penilaian bersifat objektif, perasaan suka atau tidak suka sebaiknya ditanggalkan terlebih dahulu. Apresiasilah sebuah karya seni dalam keadaan tenang dan amatilah bagian demi bagiannya lalu keseluruhannya secara seksama.
Agar
dalam apresiasi seni rupa tidak terjadi kesimpangsiuran perlu ditetapkan
pendekatan kritis yang terdiri atas:
1. Pendekatan Mimetik
1. Pendekatan Mimetik
Pada
pendekatan ini sebuah karya dinilai kaitannya dengan kenyataan yang ada di
alam. Misalnya saja sebuah lukisan binatang. Apakah ada kemiripan dengan
binatang sesungguhnya yang hidup di alam bebas.
2. Pendekatan Ekspresif
2. Pendekatan Ekspresif
Ungkapan
atau ekspresi perupa yang diwujudkan ke dalam karya dapat dijadikan kajian
khusus. Contohnya adalah kelugasan dalam mempergunakan media dan teknik
tertentu dapat dijadikan acuan dalam menilai ekspresinya.
3. Pendekatan Struktural
3. Pendekatan Struktural
Kesatuan
utuh karya dengan strukturnya dapat dikaji dengan pendekatan ini. Aspek
kebentukan karya yang terdiri atas unsur-unsur pendukungnya dapat menjadi
landasan penilaian.
4. Pendekatan Semiotik
4. Pendekatan Semiotik
Sebuah
karya sesungguhnya mengandung berbagai tanda yang ingin disampaikan seorang
perupa kepada penikmatnya. Berdasarkan hal tersebut dapat dibuat berbagai tafsir
atas karya yang dilihat.
C. Mengapresiasi Karya Seni Terapan Nusantara
Apresiasi terhadap karya seni rupa, baik yang berada di daerah setempat atau sekitar tempat tinggal maupun yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara amat penting bagi kita selaku warga negara. Hal ini didasari bahwa seni, khususnya seni rupa, menjadi bagian dari masyarakat secara keseluruhan. Coba bayangkan jika sebuah karya seni rupa tidak pernah diapresiasi oleh orang selain perupanya. Bukankah karya seni tersebut tidak memenuhi fungsi sosialnya dan tidak mendapatkan kritik atas kekurangan dan kelebihannya.
Khazanah karya seni rupa terapan Nusantara sesungguhnya tidak terbilang karena begitu dekat dengan kehidupan manusia. Dari Aceh hingga Irian diproduksi berbagai jenis, bentuk, hiasan, gaya, media, teknik, dan fungsi benda yang dapat diklasifikasikan sebagai karya seni rupa terapan. Karya seni rupa terapan Nusantara memiliki persamaan dan juga perbedaan pada aspek-aspek tersebut. Latar belakang budaya, sejarah yang panjang, adat, kepercayaan dan agama, kontak dengan unsur luar, dan lingkungan alam mempengaruhi muculnya beragam gagasan, media, teknik, proses, kemampuan berkarya, serta perwujudan karyanya.
Pada karya seni rupa terapan aspek guna atau pakai lebih menonjol dibandingkan keindahan atau ekspresinya. Aneka benda yang dipakai manusia, mulai dari alas kaki, pakaian, penutup kepala, perhiasan hingga rumah yang ditinggali dan perabotannya adalah karya seni rupa terapan yang mengandung nilai praktis atau fungsional serta nilai artistiknya.
1. Jenis Karya Seni Rupa Terapan Nusantara
a. Pakaian
Kebutuhan primer manusia ini amat beragam bentuk ataupun bahannya di Nusantara. Bahannya ada yang dari hasil budidaya tumbuhan seperti kapas yang dipintal menjadi benang untuk kemudian ditenun menjadi sehelai kain atau serat tumbuhan dan bahan kulit kayu yang diolah hingga menhyerupai kain. Teknik pembuatannya juga ada yang ditenun, dirajut, dibatik, dan dicelup. Motif hias yang diterapkannya terkadang memiliki makna simbolik tertentu.
Setiap daerah memiliki apa yang dikenal dengan nama pakaian adat yang unik bentuknya dan penggunaannya pun disesuaikan dengan peristiwa tertentu. Ada pakaian yang digunakan khusus untuk menikah, upacara adat, kematian, atau kegiatan lainnya. Bentuknya ada yang berupa pakaian yang dijahit, sarung, atau berupa sehelai kain yang panjang. Ada yang dipakai sebagai ikat kepala, penutup kepala, atau disampirkan di bahu.
b. Perhiasan
Keinginan menghias tubuh sudah setua peradaban manusia. Bahannya dari serat tumbuhan atau ranting; bagian tubuh binatang seperti taring, kulit atau bahkan kepalanya yang diawetkan; aneka batu mulia; dan logam.
Perhiasan dapat dikenakan pada bagian kepala, telinga, hidung, leher, perut, tangan, jemari, dan kaki. Pada sebagian suku bangsa di Nusantara perhiasan menunjukkan status sosial pemakainya.
c. Senjata
Senjata di beberapa daerah menunjukkan keunikan tersendiri dari segi bentuk, bahan, teknik pembuatan, dan hiasannya. Bentuknya ada yang serupa pisau, keris, golok, dan tombak.
C. Mengapresiasi Karya Seni Terapan Nusantara
Apresiasi terhadap karya seni rupa, baik yang berada di daerah setempat atau sekitar tempat tinggal maupun yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara amat penting bagi kita selaku warga negara. Hal ini didasari bahwa seni, khususnya seni rupa, menjadi bagian dari masyarakat secara keseluruhan. Coba bayangkan jika sebuah karya seni rupa tidak pernah diapresiasi oleh orang selain perupanya. Bukankah karya seni tersebut tidak memenuhi fungsi sosialnya dan tidak mendapatkan kritik atas kekurangan dan kelebihannya.
Khazanah karya seni rupa terapan Nusantara sesungguhnya tidak terbilang karena begitu dekat dengan kehidupan manusia. Dari Aceh hingga Irian diproduksi berbagai jenis, bentuk, hiasan, gaya, media, teknik, dan fungsi benda yang dapat diklasifikasikan sebagai karya seni rupa terapan. Karya seni rupa terapan Nusantara memiliki persamaan dan juga perbedaan pada aspek-aspek tersebut. Latar belakang budaya, sejarah yang panjang, adat, kepercayaan dan agama, kontak dengan unsur luar, dan lingkungan alam mempengaruhi muculnya beragam gagasan, media, teknik, proses, kemampuan berkarya, serta perwujudan karyanya.
Pada karya seni rupa terapan aspek guna atau pakai lebih menonjol dibandingkan keindahan atau ekspresinya. Aneka benda yang dipakai manusia, mulai dari alas kaki, pakaian, penutup kepala, perhiasan hingga rumah yang ditinggali dan perabotannya adalah karya seni rupa terapan yang mengandung nilai praktis atau fungsional serta nilai artistiknya.
1. Jenis Karya Seni Rupa Terapan Nusantara
a. Pakaian
Kebutuhan primer manusia ini amat beragam bentuk ataupun bahannya di Nusantara. Bahannya ada yang dari hasil budidaya tumbuhan seperti kapas yang dipintal menjadi benang untuk kemudian ditenun menjadi sehelai kain atau serat tumbuhan dan bahan kulit kayu yang diolah hingga menhyerupai kain. Teknik pembuatannya juga ada yang ditenun, dirajut, dibatik, dan dicelup. Motif hias yang diterapkannya terkadang memiliki makna simbolik tertentu.
Setiap daerah memiliki apa yang dikenal dengan nama pakaian adat yang unik bentuknya dan penggunaannya pun disesuaikan dengan peristiwa tertentu. Ada pakaian yang digunakan khusus untuk menikah, upacara adat, kematian, atau kegiatan lainnya. Bentuknya ada yang berupa pakaian yang dijahit, sarung, atau berupa sehelai kain yang panjang. Ada yang dipakai sebagai ikat kepala, penutup kepala, atau disampirkan di bahu.
b. Perhiasan
Keinginan menghias tubuh sudah setua peradaban manusia. Bahannya dari serat tumbuhan atau ranting; bagian tubuh binatang seperti taring, kulit atau bahkan kepalanya yang diawetkan; aneka batu mulia; dan logam.
Perhiasan dapat dikenakan pada bagian kepala, telinga, hidung, leher, perut, tangan, jemari, dan kaki. Pada sebagian suku bangsa di Nusantara perhiasan menunjukkan status sosial pemakainya.
c. Senjata
Senjata di beberapa daerah menunjukkan keunikan tersendiri dari segi bentuk, bahan, teknik pembuatan, dan hiasannya. Bentuknya ada yang serupa pisau, keris, golok, dan tombak.
Status
sosial seseorang di tengah masyarakat dapat dinilai dari senjata yang
dimilikinya. Ada senjata yang khusus dipakai hanya pada saat mengikuti upacara
tertentu. Bahkan pada beberapa etnis senjata dianggap sebagai jimat yang
perlakuannya pun khusus pula seperti dicuci pada saat yang ditentukan.
d. Kriya Topeng dan Wayang
d. Kriya Topeng dan Wayang
Kedua
jenis karya seni rupa terapan ini menjadi penting karena berkaitan pula dengan
cabang seni yang lain, yakni seni tari, musik, dan teater. Sebagai karya seni
rupa jelas sekali pemanfaatan hiasan dan bentuknya. Setiap bentuk dan warna
menggambarkan karakter manusia tertentu dan perlu keahlian khusus untuk
membuatnya. Bahannya berupa kayu atau kulit binatang dengan teknik diukir atau
dipahat.
e. Kemasan
e. Kemasan
Kemasan
atau wadah untuk makanan atau benda lainnya amat beragam di Nusantara. Jenis
makanan tertentu identik dengan kemasan yang membungkusnya. Bahan yang
digunakannya pun dapat berupa dedaunan, serat, atau bahan lainnya seperti batok
kelapa, kayu, bambu, dan logam. Teknik pembuatannya ada yang dianyam atau
bahkan diukir secara khusus.
f. Alat Transportasi
Kendaraan menjadi sarana vital untuk mengangkut manusia dan barang. Pada kendaraan tradisional jenisnya ada yang dihela binatang seperti delman dan pedati atau dikayuh oleh manusia seperti becak dan sampan. Selain memenuhi fungsi pakainya ternyata juga dihias untuk kepentingan keindahan. Bentuk kendaraan yang fungsinya sama dapat berbeda wujud dan namanya sesuai dengan derah masing-masing, seperti misalnya istilah delman, bendi, andong, dan nayor untuk penamaan kendaraan yang ditarik kuda seekor atau lebih.
f. Alat Transportasi
Kendaraan menjadi sarana vital untuk mengangkut manusia dan barang. Pada kendaraan tradisional jenisnya ada yang dihela binatang seperti delman dan pedati atau dikayuh oleh manusia seperti becak dan sampan. Selain memenuhi fungsi pakainya ternyata juga dihias untuk kepentingan keindahan. Bentuk kendaraan yang fungsinya sama dapat berbeda wujud dan namanya sesuai dengan derah masing-masing, seperti misalnya istilah delman, bendi, andong, dan nayor untuk penamaan kendaraan yang ditarik kuda seekor atau lebih.
g.
Bangunan
Bangunan
sebagai kebutuhan primer manusia dapat dibedakan atas fungsinya sebagai
bangunan sehari-hari (profan) dan keagamaan (sakral). Pada kelompok pertama
dapat dimasukkan rumah tinggal dan rumah adat. Sedangkan mesjid, pura, candi,
dan makam adalah contoh kelompok kedua.
Keinginan
menghias sebuah bangunan sudah berlangsung semenjak zaman prasejarah. Hiasan
diterapkan pada tiang, dinding, pintu, jendela, langit-langit, dan atap
bangunan dengan cara diukir, digambar, atau teknik lainnya. Bahan yang
dipergunakan amat beragam, mulai dari bahan alam seperti tanah, bambu, kayu,
dan batu, hingga semen.
h. Peralatan Rumah Tangga
h. Peralatan Rumah Tangga
Alat-alat
rumah tangga tidak dapat dianggap sebagai barang fungsional semata karena pada
beberapa kelompok etnis didapati adanya sentuhan seni. Contohnya adalah piring
dan guci keramik; furnitur seperti meja, kursi, dan lemari yang diukir halus;
atau lampu hias yang unik.
i. Benda Ritual
Peralatan untuk kepentingan upacara menjadi benda yang secara khusus dipersiapkan oleh sebagaian besar suku bangsa di Nusantara. Bentuknya dapat berupa sesajen atau benda-benda yang menyertai daur kehidupan manusia mulai dari kelahiran, memasuki usia dewasa, menikah, hingga kematiannya. Di Bali pembuatan hiasan janur dan sesajen untuk upacara adat dan keagamaan sudah menjadi tradisi yang terus dipertahankan. Di daerah Asmat patung totem dibuat untuk kepentingan kepercayaan yang mereka yakini.
i. Benda Ritual
Peralatan untuk kepentingan upacara menjadi benda yang secara khusus dipersiapkan oleh sebagaian besar suku bangsa di Nusantara. Bentuknya dapat berupa sesajen atau benda-benda yang menyertai daur kehidupan manusia mulai dari kelahiran, memasuki usia dewasa, menikah, hingga kematiannya. Di Bali pembuatan hiasan janur dan sesajen untuk upacara adat dan keagamaan sudah menjadi tradisi yang terus dipertahankan. Di daerah Asmat patung totem dibuat untuk kepentingan kepercayaan yang mereka yakini.
j.
Alat
Musik
Sealin
berekspresi secara rupa atau visual ada juga media ekspresi melalui bunyi- bunyian.
Sarana untuk itu adalah perangkat yang dapat memproduksi suara – ada yang
dipetik, dipukul, ditabuh, ditiup, serta digesek – berupa alat musik. Bahannya
berupa bambu, kayu, logam, kulit hewan yang selain mempertimbangkan aspek
bentuk juga pada bagian tertentu diisi dengan hiasan.
k. Ragam Hias
k. Ragam Hias
Jika
jenis-jenis benda terapan yang digambarkan di atas jelas bentuk, jenis, fungsi,
bahan, dan teknik pembuatanya, maka ragam hias amat tergantung benda yang
dihiasnya. Kekayaan seni hias Nusantara sangat luar biasa karena selain ada
yang tumbuh secara asli di sekelompok etnis juga ada yang dipengaruhi kesenian
asing.
Ragan hias atau ornamen Nusantara dapat dikelompokkan ke dalam:
- Ragam hias flora atau tumbuhan
Bentuknya dapat berupa bagian daun, bunga, buah, batang, dahan, sulur, atau akar yang distilasikan atau digayakan.
- Ragam hias fauna atau hewan
Aneka jenis hewan darat, air, amfibi, atau bahkan binatang mitologi seperti naga sering dijadikan motif hias.
- Ragam hias manusia
Manusia selaku pengguna dan penikmat motif hias ternyata sering pula dipakai sebagai hiasan pada berbagai benda yang dimilikinya.
- Ragam hias geometris
Ragam hias ini berangkat dari keunikan bahan dan tekniknya. Wujudnya berdasarkan ilmu ukur yang memanfaatkan garis lurus, lengkung, dan gabungannya dengan pola tertentu seperti pengulangan.
- Ragam hias kaligrafi
Ragam hias kaligrafi terutama dipengaruhi seni Islam ynag disebut khath atau seni menulis indah. Ragam hias ini penerapannya dapat ditemui pada senjata, bangunan seperti mesjid dan batu nisan, atau pun lukisan kaca.
- Ragam hias selain kelimanya
Ragam hias yang tidak termasuk keempat ragam hias terdahulu masuk ke dalam kelompok ini. Contohnya berupa motif hias perahu dan lidah api.
Ragan hias atau ornamen Nusantara dapat dikelompokkan ke dalam:
- Ragam hias flora atau tumbuhan
Bentuknya dapat berupa bagian daun, bunga, buah, batang, dahan, sulur, atau akar yang distilasikan atau digayakan.
- Ragam hias fauna atau hewan
Aneka jenis hewan darat, air, amfibi, atau bahkan binatang mitologi seperti naga sering dijadikan motif hias.
- Ragam hias manusia
Manusia selaku pengguna dan penikmat motif hias ternyata sering pula dipakai sebagai hiasan pada berbagai benda yang dimilikinya.
- Ragam hias geometris
Ragam hias ini berangkat dari keunikan bahan dan tekniknya. Wujudnya berdasarkan ilmu ukur yang memanfaatkan garis lurus, lengkung, dan gabungannya dengan pola tertentu seperti pengulangan.
- Ragam hias kaligrafi
Ragam hias kaligrafi terutama dipengaruhi seni Islam ynag disebut khath atau seni menulis indah. Ragam hias ini penerapannya dapat ditemui pada senjata, bangunan seperti mesjid dan batu nisan, atau pun lukisan kaca.
- Ragam hias selain kelimanya
Ragam hias yang tidak termasuk keempat ragam hias terdahulu masuk ke dalam kelompok ini. Contohnya berupa motif hias perahu dan lidah api.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar